Tantangan dan Prospek Kemitraan Kebun Kelapa Sawit Antara Petani dan Perusahaan (Part 02)

Penulis : Oman Nurrohman (Praktisi Plasma dan Kemitraan)

Artikel Part 01 Bisa Dibaca disini

Pada artikel sebelumnya kita membahas mengenai Sejarah kemitraan mulai dari eranya Perusahaan Perkebunan milik negara serta swasta yang berkolaborasi dengan masyarakat sekitar serta masyarakat transmigrasi dan Lembaga pembiayaan dimana pola tersebut menghasilkan banyak pekerjaan rumah untuk generasi selanjutnya. Namun, pada dasarnya maksud dan tujuan dari program tersebut wajib kita apresiasi, karena pemerintah hadir dalam melindungi hak-hak warganya yang ingin mengakses lahan Perkebunan selayaknya Perusahaan Perusahaan negara maupun swasta.

          Penyempurnaan system kemitraan / plasma terus menerus dilakukan oleh pemerintah sampai dengan di akhir tahun 2023 yang merangkum permasalahan di tiap dekadenya. Berkaca dari masa lalu, Dimana ketersediaan lahan plasma merupakan problem yang perlu segera dipecahkan seiring eskalasi konflik yang semakin tinggi antara Masyarakat dengan Perusahaan Perkebunan, maka pemerintah melalui Kementrian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan mengeluarkan pendampingan dari permentan 18 tahun 2021 yaitu Kepdirjenbun No 152/Kpts/HK.160/12/2023 tentang Pedoman Penghitungan dan Penetapan Nilai Optimum Produksi Kebun yang diusahakan oleh Perusahaan Perkebunan.

          Peraturan tersebut merupakan penjabaran dari permentan 18 tahun 2021 yang masih menjadi perdebatan selama dua tahun terakhir ini mengenai bentuk kemitraan lainnya yang tertuang dalam peraturan tersebut. Perusahaan Perkebunan diperbolehkan melakukan bentuk kemitraan lainnya dengan dasar surat yang dikeluarkan oleh Dinas Provinsi jika ketersediaan lahan plasma di areal sekitar Perusahaan tidak memungkinkan untuk dibangunkan kebun Masyarakat. Kewajiban ini melekat pada Perusahaan Perkebunan yang belum melaksanakan kemitraan sama sekali, baik PIR-BUN, PIR-TRANS, KKPA, Plasma, maupun bentuk kemitraan lainnya, sedangkan bagi Perusahaan yang sudah melaksanakan Kerjasama kemitraan tidak diwajibkan.

Berikut beberapa poin penting yang perlu digaris bawahi dalam peraturan tersebut; 1.) Kegiatan usaha produktif diberikan pembiayaan setara dengan nilai optimum kebun minimal 20% dari luas areal Perkebunan yang diusahakan, 2) Nilai optimum kebun ditetapkan oleh tim dari Dirjenbun yang dibantu oleh Dinas Perkebunan Provinsi dan Kabupaten, 3) Kegiatan usaha produktif lainnya dilakukan satu kali oleh Perusahaan Perkebunan, 4) Total area kebun yang diusahakan oleh Perusahaan Perkebunan merupakan total area kebun yang tertanam, 5) Nilai Optimum Kebun dipengaruhi oleh faktor produksi tahunan, harga komoditas, serta biaya produksi yang akan ditentukan oleh tim penilai kebun, 6) Tim penilai kebun terdiri dari tim yang berasal dari Dinas Perkebunan Provinsi, Dinas Perkebunan Kabupaten, serta dapat melibatkan Lembaga riset atau Lembaga lain yang memiliki kompetensi.

Kepdirjenbun 152 Tahun 2023 telah mengatur tata cara permohonan penetapan nilai optimum kebun sampai dengan terbitnya SK dari Dirjen mengenai besaran nilai suatu kebun dari Perusahaan Perkebunan. Adapun tahapannya kami rangkum sebagai berikut;

Ada lima tahapan yang harus dilalui oleh Perusahaan Perkebunan dalam rangka mendapatkan angka optimum hasil kebunnya. Seperti yang tertuang pada gambar di atas, diawali dengan permohonan sampai dengan penetapan Dirjenbun mengenai nilai optimum hasil kebun. Pada prosesnya, Perusahaan Perkebunan berhak untuk meminta cover letter untuk mengamankan usahanya dan memberitahukan kepada Masyarakat bahwa proses Fasilitas Pembangunan Kebun Masyarakat lewat usaha produktif lainnya sedang berlangsung / diproses Dinas Perkebunan sehingga meminimalisir tuntutan dari Masyarakat untuk segera merealisasikan usaha produktif lainnya.

Berhubung pedoman peraturan tersebut baru terbit pada akhir tahun yaitu pada tanggal 04 Desember 2023, maka perlu percepatan sosialisasi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang dalam hal ini adalah Dinas Perkebunan Provinsi dan Dinas Perkebunan Kabupaten sebagai tim yang ditunjuk sebagai pelaksana Amanah tersebut. Jika melihat tahapannya, maka perlu waktu yang cukup Panjang sampai terbitnya penetapan nilai optimum kebun oleh Dirjen sehingga diperlukan kolaborasi yang kuat antar stakeholder dalam mewujudkan program ini.

Lantas bagaimana menentukan Masyarakat yang berhak menerima fasilitas usaha produktif dari kewajiban ini? Lalu bagaimana alur penentuannya, serta siapa yang menerbitkan daftar calon petani penerima (SK CP) agar sesuai dengan peraturan dalam Kepdirjenbun 152 tahun 2023 tersebut? Usaha apa saja yang diatur dalam peraturan tersebut? Mari kita tunggu ke bagian selanjutnya

(bersambung ke part 3)

3 Komentar

  1. Terimakasih sharing infonya pak, peluang kemitraan yang baru dan inovatif dikeluarkan oleh dirjenbun, ss smoga segera keluar panduan teknis dan kebijakan yang lebih detail

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *